Pengertian Fidyah, Ketentuan dan Tata Cara Penyalurannya

Pengertian Fidyah, Ketentuan dan Tata Cara Penyalurannya

Dalam agama Islam, ada beberapa kategori orang yang wajib membayar fidyah jika tidak bisa menjalani puasa selama bulan Ramadan. Dengan kata lain, jika seseorang tidak bisa berpuasa di bulan Ramadan, entah karena sakit, hamil, menstruasi, usia, atau bepergian, ia harus mengganti atau mengqadha puasa yang ditinggalkan di lain waktu. Namun, jika ia tidak mampu menggantinya dengan berpuasa, maka harus membayar denda. Denda inilah yang harus dibayarkan melalui fidyah dengan besaran atau nominal yang sesuai ketentuan.

Apa itu Fidyah?

Menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), fidyah diambil dari kata “fadaa” yang artinya mengganti atau menebus. Berdasarkan istilahnya, fidyah merupakan harta benda yang dalam kadar tertentu wajib diberikan kepada orang miskin sebagai pengganti ibadah yang ditinggalkan.

Aturan pembayaran fidyah ini pun tertuang dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 184 yang berbunyi:

“…..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Syarat dan Ketentuan Bayar Fidyah

Fidyah wajib dibayarkan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Nantinya, fidyah tersebut disumbangkan kepada orang miskin. Melansir laman resmi BAZNAS, menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’i, fidyah yang harus dibayarkan oleh setiap orang yaitu sebesar 1 mud gandum (setara 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).

Menurut Ulama Hanafiyah, Fidyah yang harus dikeluarkan oleh seseorang ketika memiliki hutang puasa adalah sebesar 2 mud atau setara dengan 1,5 kg. Aturan ini biasanya digunakan khusus untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.

BAZNAS juga menjelaskan bahwa menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan oleh seorang muslim dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku, seperti 1,5 kg makanan pokok per hari yang dikonversi menjadi rupiah. Cara membayar fidyah puasa sesuai kalangan Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kg untuk satu hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

Sedangkan, bagi ibu hamil bisa membayar fidyah berupa makanan pokok. Misalnya, seorang ibu hamil tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing takarannya sekitar 1,5 kg. Fidyah ini boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin yang berbeda atau boleh diberikan kepada beberapa orang saja (misal, hanya untuk 2 orang fakir miskin, berarti masing-masing mendapat 15 takar).

Kategori Orang yang Harus Membayar Fidyah

Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Al-Qur’an, berikut ini ada beberapa kategori orang yang harus membayar fidyah, di antaranya:

  • Orang tua renta

    Kategori pertama yang wajib membayar fidyah adalah orang yang sudah tua renta. Orang tua renta yang sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa tidak diwajibkan untuk menjalani puasa selama bulan Ramadan. Namun, kewajibannya tersebut harus diganti dengan membayar fidyah sebesar satu mud makanan yang dikalikan dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

  • Orang sakit parah

    Kategori kedua yang wajib membayar fidyah yaitu orang sakit parah yang tidak mampu untuk berpuasa karena kondisi kesehatannya. Kategori orang ini tidak diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Sebagai gantinya, orang yang sakit parah harus membayar fidyah.

  • Ibu hamil dan menyusui

    Ibu hamil dan menyusui juga diperbolehkan untuk membayar fidyah karena mengingat keselamatan janin dalam kandungan maupun bayi yang membutuhkan ASI eksklusif. Itulah mengapa, ibu hamil dan menyusui termasuk golongan yang tidak memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah puasa selama bulan Ramadan, namun harus menggantinya di kemudian hari.

  • Orang yang menunda qadha puasa

    Orang yang menunda qadha puasa juga termasuk ke dalam kategori yang harus menunaikan fidyah. Itu artinya, orang yang belum sempat untuk mengganti puasa (qadha) hingga menjelang bulan Ramadan selanjutnya, maka ia harus membayarkan fidyah. Ada pun besaran fidyah yang harus dibayarkan yaitu sebanyak satu mud beras (makanan pokok) untuk hitungan satu hari utang puasa.

  • Orang meninggal

    Orang meninggal juga termasuk ke dalam kategori yang harus menunaikan fidyah. Dalam kategori ini, ada wali atau orang yang masih hidup untuk membantu membayarkan fidyah sesuai ketentuan. Berdasarkan fiqih Syafi’i, kategori ini terbagi ke dalam dua jenis, di antaranya:

    1. Orang meninggal yang tidak wajib difidyahi karena disebabkan oleh uzur atau tidak memiliki kesempatan untuk mengganti utang puasa. Misalnya, ketika seseorang mengalami sakit hingga ia meninggal dunia.
    2. Orang meninggal yang wajib difidyahi karena sebelumnya masih memiliki kesempatan untuk mengganti puasa, tetapi tidak dilakukan. Sehingga ahli waris atau wali harus membayarkan fidyah menggunakan harta peninggalan orang yang meninggal jika memang mencukupi. Namun, mengacu pada beberapa pendapat, ada juga yang menyebutkan bahwa ahli waris atau wali boleh memilih antara membayar fidyah atau melaksanakan puasa untuk orang yang meninggal tersebut.

Seperti yang diketahui, fidyah bisa dilakukan dengan cara membayar sejumlah uang untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Pembayaran ini bisa Anda lakukan melalui lembaga amil zakat yang ada di Indonesia.

Selain fidyah, ada pula kewajiban lain yang harus dilakukan oleh umat muslim agar mensucikan kembali harta yang dimiliki dan membantu kepada sesama, salah satunya yaitu membayar zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat maal.